Pernyataan Sikap FPR Menyambut May Day dan Hardiknas ( Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional

PERKUAT PERSATUAN BURUH DAN TANI SERTA SELURUH RAKYAT TERTINDAS MELAWAN KEBIJAKAN JOKOWI YANG SEMAKIN MEMEROSOTKAN DAN MENINDAS RAKYAT

(Sikap FPR Dalam Peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2017)

Memburuknya Krisis Imperialisme dan Meningkatnya Agresi Militer Amerika Serikat

Krisis ekonomi global yang semakin memburuk akibat sistem dalam kapitalisme monopoli (imperialisme) semakin memerosotkan seluruh negeri dalam penderitaan panjang. Amerika Serikat (AS) sebagai imperialis nomor satu bersama sekutu-sekutunya (Jerman, Inggris, Perancis, Kanada, Italia, dan Jepang) yang menguasai 70 persen kekayaan dunia mengalami krisis yang terus memburuk yang berakibat buruk pada buruh dan rakyat di negeri-negeri tersebut. Rakyat di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan menanggung beban semakin berat dan penghidupannya lebih buruk oleh krisis kronis dalam negerinya.

Kehancuran industri manufaktur Amerika Serikat telah menjadikan gelombang pengangguran yang besar, hancurnya tenaga produktif, meluasnya kemiskinanan, merosotnya standar hidup rakyat, meningkatnya kerusuhan rasial dan kriminalitas, menumpukknya utang pemerintah AS. Pada tahun 2015, angka pengangguran di AS mencapai 102,3 juta angkatan kerja, 41 persen usia pekerja memiliki masalah dalam pembayaran kesehatan, dan meningkatnya tunjangan pengangguran dari 20 ribu menjadi 294.000 orang (Mei 2016). Upah buruh di AS sangat rendah yakni hanya US$ 7,5 per jam atau US$ 15.080 per tahun yang tidak mencukupi kebutuhan hidup minimum (living cost) sebesar US$ 15 per jam.

 Pernyataan Sikap FPR Bulukumba dan Hardiknas 


Di Eropa, kemerosotan ekonomi telah memukul sumber pendapatan klas pekerja di berbagai negeri. Buruh mengalami perampasan upah dan kerja karena defisit anggaran pemerintah yang membengkak akibat krisis. Klas pekerja terus kehilangan upahnya karena pemotongan subsidi (pendidikan, kesehatan, pensiun, dana sosial, tunjangan pengangguran, dan lain-lain), tidak adanya kenaikan upah, terus naiknya harga kebutuhan pokok. Keadaan ini yang telah menggerakkan jutaan rakyat pekerja dan rakyat tertindas lainnya melakukan perlawanan dengan aksi demonstrasi dan pemogokan dalam beberapa tahun terakhir ini. 

Krisis ekonomi di Amerika bukanlah karena terbatasnya kapital dan barang produksi melainkan terkonsentrasinya kapital sebagai hasil perampasan super-profit dan surplus produksi yang tidak dapat diputar untuk menghasilkan nilai baru melalui sektor riil di negerinya sendiri. Karena itu, imperialis AS terus gencar mengekspor kapital (investasi dan hutang) ke pusat manufaktur Amerika di luar negeri, termasuk Indonesia agar dapat meraup keuntungan berlipat ganda. Termasuk gencar menjual senjata dan teknologi tinggi ke seluruh negeri serta memaksa negeri-negeri yang didominasinya, termasuk Indonesia, menaikkan anggaran militernya agar dapat membeli senjata dan teknologinya. Ekonomi riil Amerika bergerak pada produksi barang teknologi tinggi meliputi industri persenjataan modern, kedirgantaraan (aerospace), komputer, telekomunikasi, logistik untuk melayani perang, dan migas. 

Presiden AS Donald Trump sendiri menegaskan janjinya dalam kampanye pemilihan AS tahun lalu bahwa ia tidak akan melancarkan perang agresi karena biaya tinggi. Ia berjanji akan menghidupkan dan melindungi manufaktur AS. Tindakaanya saat ini justru mengintensifkan industri militer. 

Krisis tersebut telah mendorong imperialis AS semakin gencar dan brutal menguasai dunia melalui perang dan agresi demi memperluas pasar kapital dan barang komoditasnya secara berkelanjutan. Imperialis AS telah membuktikan dirinya sebagai kekuatan super-teroris yang membunuh dan melukai jutaan orang dan merampas masa depan rakyat di berbagai negeri. Ia tidak akan segan-segan menghancurkan penghalang bagi sumber pendapatan ekonominya yang sebesar 70 persen didapatkan dari luar negeri. Kebijakan luar negerinya mengutamakan kerjasama bilateral (dua pihak) dalam ekonomi dan keuangan, politik, dan penguatan perluasan (ekspansi) basis militer di luar negeri.

Imperialis AS semakin barbar untuk menguasai dunia melalui: Pertama, Agresi perang, intervensi militer dan mengatur perubahan pemerintah di berbagai dunia. Kedua, Memberikan dukungan persenjataan dan pembiayaan industri militer. Ketiga, memprovokasi perang dan melakukan ekspansi basis militernya. Keempat, Mendukung rezim otoriter di berbagaii negeri, grup teroris, dan pasukan sipil bersenjata untuk memerangi perjuangan rakyat di berbagai negeri. Kelima, Militerisasi terhadap birokrasi sipil dan melakukan represi terhadap kebebasan sipil. Keenam, Membangkitkan Neo-Fasis, anti orang asing (xenophobia), rasisme, dan Islam phobia. Ketujuh, Membiarkan tindasan dalam bentuk kekerasan terhadap kaum perempuan, pelecehan, dan pemerkosaan sebagai metode dalam peperangan agresi imperialis AS untuk menumbuhkan rasa takut di kalangan rakyat, khususnya kaum perempuan.

Serangan 59 misil dari kapal perang AS yang ditembakkan ke Suriah baru-baru ini menunjukan imperialis AS tidak pernah berubah dan akan terus meningkatkan agresi dan intervensi atas nama: “Demokrasi”, “HAM”, “Kemanusiaan”, “Pencegahan Dini” (pre-emptive), dan lain-lain. AS terus memprovokasi agar pecah perang di Semenanjung Korea dengan isu uji coba peluncuran senjata nuklir oleh Republik Demokrasi Rakyat Korea (DPRK). Maksud provokasi ini adalah menundukkan negeri dan rakyat Korea di bawah kontrol AS.

Di Laut Tiongkok Selatan, AS terus mengintimidasi Tiongkok agar dapat menarik sekutu AS di Asia untuk mengisolasi Tiongkok. Isu tersebut digunakan untuk mempercepat perjanjian militer baru dengan negeri-negeri di Asia sebagai bagian strategi menjadikan Asia sebagai poros (Pivot Asia) bagi kepentingan imperialis.

Seluruh aksi dan gertak imperialis AS sesungguhnya bukanlah tanda kekuatan atau kepercayaan diri melainkan keputusasaan. Ia akan semakin agresif dan tak tahu malu menggunakan kekuatan militernya untuk menundukkan negeri-negeri yang tidak taat. Imperialis AS juga semakin frustasi ketika ia tidak mudah menundukkan negeri-negeri tersebut karena perjuangan rakyatnya yang kuat, termasuk halangan dari pesaing-pesaingnya yakni Rusia dan China yang menghambat perang a la cowboy imperialis AS.

Indonesia menjadi negeri penting bagi politik Pivot Asia (Poros Asia) imperialis AS yakni menjadi corong bagi kepentingan politik AS di Asia. Semuanya bertujuan bagi keuntungan ekonomi, keuangan, dan perdagangan imperialis, dan dominasi militer AS di kawasan Asia. Kehadiran Wakil Presiden AS Mike Pence pada 20-21 April lalu memastikan Indonesia dapat mengikuti dikte AS. Presiden Joko Widodo (Jokowi), mewakili pimpinan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, menerima tawaran Mike Pence untuk menjadi “diplomat” bagi AS dalam penyelesaian krisis di Korea dengan cara mempengaruhi pimpinan Republik Demokrasi Rakyat Korea (DPRK) agar menghentikan pengembangan senjata nuklir negeri tersebut.

Jelas, kedatangan Mike Pence akan menjadikan malapetaka lebih besar khususnya bagi rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia akan dituntut untuk menanggung beban krisis imperialis AS dengan meningkatkan penghisapan dan penindasan. Pemerintah sendiri melayani skema neo-liberal imperialis AS dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi sejak September 2015 yang terdiri 14 jilid. Paket kebijakan tersebut hakekatnya mengintensifkan perampokan terhadap kekayaan alam, perampasan upah atau pendapatan rakyat, dan pasifikasi (pembodohan dengan menumbuhkan sikap pasif) terhadap rakyat Indonesia melalui kemudahan masuknya investasi atau import kapital asing ke Indonesia. 

Paket Kebijakan Ekonomi Yang Semakin Memerosotkan Penghidupan dan Menindas Rakyat

Krisis dalam sistem kapitalisme monopoli telah membuat krisis kronis di Indonesia semakin memburuk. Rejim terus semakin mengintensifkan penghisapan dan meningkatkan kadar penindasannya dalam mengatasi krisisnya. Di sisi lain, kemerosotan penghidupan massa telah membangkitkan perjuangan massa semakin meluas.

Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi (terdiri 14 jilid) sebagai pelaksanaan skema neo liberalisme imperialis AS telah menjadikan tingginya defisit upah dan penurunan nilai riil upah. Paket tersebut hakekatnya Rencana Strategis Pemerintah yang melayani imperialisme pimpinan AS agar dapat keluar dari krisis, dan borjuasi besar komprador dan tuan tanah besar dalam menciptakan pendapatan besar atas perkebunan besar, pertambangan besar, pusat manufaktur, jasa serta proyek infrastruktur yang luar biasa besar mengalirkan kapital utang milik imperialisme agar tidak membusuk. 

Apa dampaknya bagi klas buruh, petani, dan rakyat terhisap lainnya? 

Seluruh jilid dalam Paket Ekonomi Jokowi memberikan fasilitas istimewa yang bertujuan mempercepat dan mempermudah investasi, mempermudah fleksibilitas tenaga kerja yang menjamin upah murah, memanjakan borjuasi komprador mendapatkan keringanan pajak (tax holiday, tax amnesty), menghapuskan 35 jenis usaha yang diharamkan sebelumnya bagi investasi asing, reformasi pelabuhan dan bongkar muat (dwelling-time), dan memberikan perlindungan maksimum bagi keamanan industri, serta infrastruktur.

Paket Jokowi membatasi kenaikan upah (Paket jilid IV) dengan formulasinya melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang membatasi kenaikan upah tidak lebih dari 10 persen sehingga kenaikan upah tahun 2017 hanya mencapai 8,25 persen. Ini didasarkan pada tingkat inflasi sebesar 3,07 persen yang ditambahkan dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,18 persen. 

Paket jahat ini menjadikan upah buruh di sektor alas kaki terus mengalami penurunan. Sebagai contoh, kebijakan penurunan Upah Minimum Sektor (UMSK) alas kaki di Kota dan Kabupaten Tangerang menjadikan kenaikan upah buruh rata-rata per jam hanya sebesar Rp. 1,100 (seribu seratus rupiah) saja dalam rentang waktu tiga tahun terakhir. Di sisi lain, pengusaha-pengusaha bisa mendapatkan keuntungan per jam hingga Rp. 11,000,000 (sebelas juta rupiah). 

Peraturan pemerintah tentang upah menjadikan level defisit upah yang semakin lebar akibat jauhnya angka nominal upah dengan tingkat kebutuhan hidup minimum (living cost). Dari data yang dikumpulkan, kebutuhan hidup minimum untuk lajang pada tahun 2016 di Jakarta mencapai sekitar Rp 4,7 juta per bulan (bukan berdasarkan 60 komponen upah layak versi pemerintah atau hasil penenkanan biaya kebutuhan hidup semestinya), sedangkan upah yang diterima hanya Rp 3,1 juta per bulan. Artinya, upah yang diterima baru mencukupi sekitar 66 persen dari kebutuhan minimum per individu. Dengan kenaikan upah minimum di Jakarta tahun 2017 menjadi Rp 3.355.750 juga masih jauh sekali dari pemenuhan kebutuhan hidup minimum bagi keluarga buruh dengan dua orang anak yang telah sekolah. Kebutuhan minimum (living cost) keluarga dapat mencapai sekitar Rp 8 juta lebih per bulan yang akan naik terus akibat kenaikan harga-harga barang dan kebutuhan pokok setiap waktu.

Upah yang kecil diterima buruh menjadikan mereka harus menekan pengeluaran dengan cara mengurangi item kebutuhan sewajarnya sebagai manusia. Keluarga buruh dengan dua orang anak terpaksa tinggal di kamar petak sempit yang harga sewanya bisa mencapai Rp 600 ribu sampai Rp 800 ribu per bulan. Mereka tidak bisa menyewa rumah sewajarnya yang memiliki minimal dua kamar, dapur, dan kamar sendiri yang harganya bisa mencapai minimal Rp 15 juta per tahun. Bukankah buruh juga manusia yang berhak atas rumah dan fasilitas minimum yang sewajarnya berhak diterima. Bukankah buruh berhak mendapatkan upah untuk membiayai nutrisi, pendidikan, kesehatan, komunikasi, transportasi, liburan bagi keluarganya yang sewajarnya. Mereka tidak bisa mendapatkan itu karena tidak ada subsidi pemerintah bagi pemenuhan kebutuhan hidup minimum buruh di tengah harga barang dan kebutuhan pokok terus naik dan tidak dapat ditangani pemerintah. 

Jelas, pemerintah tidak akan bisa memenuhi penghidupan sesuai kebutuhan hidup minimum selama sistem ekonomi masih didominasi imperialisme, monopoli tanah yang mempertahankan sistem pertanian terbelakang, dan korupnya sistem yang menjadikan korupsi dalam birokrasi. Negara tidak memiliki kapital yang mandiri dan kuat karena masih bergantung pada impor kapital asing (investasi asing dan hutang) dan mengekspor hasil kekayaan alam dengan murah bagi kebutuhan industri imperialis.

Pada skema penindasan, PP No 78 tahun 2015 mengekang hak buruh dalam perundingan demokratis pada penentuan upah yakni tidak berfungsinya Dewan Pengupahan yang melibatkan serikat buruh karena kenaikan upah telah ditetapkan oleh formulasi. Untuk memastikan seluruh kepala daerah mematuhi PP No. 78 sebagai kewajiban untuk melaksanakan Program Strategis Nasional yang tertuang dalam Jilid ke-IV, maka Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo mengeluarkan Surat Edaran pada 17 Oktober 2016 kepada seluruh gubernur. 

Problem buruh bukan hanya soal Paket Ekonomi Jilid IV yang menghasilkan PP No. 78 tahun 2015 saja. Seluruh kebijakan yang diturunkan dari setiap jilid (I sampai XIV) juga merugikan buruh karena memangkas hak demokratis rakyat demi kemudahan beroperasinya investasi asing, mempertahankan sistem upah murah, dan perampokan oleh imperialisme. 

Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Permen No. 8 tahun 2016 tentang pembentukan forum antara pengusaha dan Serikat Buruh (SB) di perusahaan dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dapat menentukan upah, tentang aksi dan mogok, dll. Permen ini akan menjadikan buruh semakin tertekan oleh pengusaha dan pimpinan “SB kuning” yang korup dalam penentuan upah. 

Dalam mengintensifkan fleksibilitas tenaga kerja (labour flexibility), Pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri No. 36 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri. Permen ini melegalkan cara pengusaha merampas upah lebih kasar dengan mempekerjakan orang dalam status magang selama beberapa bulan dengan hanya mendapatkan uang saku sebesar 75 persen dari UMK yang berlaku. Beberapa perusahaan telah melakukan praktek tersebut, seperti di Tanggerang dan Karawang. Aturan ini merupakan bentuk fleksibilitas ketenagakerjaan yang semakin parah sebagai implemetasi Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi.

Pemerintah masih tetap memberlakukan KepMen 231 tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum sebagai cara perusahaan merampas upah semena-mena dengan alasan ketidakmampuan membayar upah sesuai upah minimum kota/kabupaten. Selain itu, negara masih lepas tanggungjawab atas masalah kesehatan rakyat yang harus menanggung biaya sendiri. UU SJSN dan BPJS yang memberikan kesempatan luas perampasan upah buruh yang berkedok jaminan sosial. Uang yang dikelola BPJS secara hukum dibenarkan negara dapat dimanfaatkan bagi pembiayaan investasi milik borjuasi komprador (seperti proyek infrastruktur). Inilah yang kemudian juga menjadi sumber korupsi kapitalis birokrat.

Hak buruh dan rakyat dalam berpendapat semakin dibatasi sejak adanya Paket Kebijakan Ekonomi. Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Pergub No. 232 tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka yang membatasi titik aksi massa hanya ada di 3 titik saja. Contoh lain, Peraturan Walikota Tangerang yang melarang aktivitas aksi atau mengeluarkan pendapat di tempat umum pada hari sabtu dan Minggu. Selain itu, pemerintah Jokowi terus mempertahankan pelarangan hak buruh melakukan demontrasi atau penyampaian pendapat umum dilarang di kawasan industri dengan menggunakan SK Menteri Perindustrian No. 620 tahun 2012 tentang penetapan 38 Industri & 10 kawasan industri sebagai Objek Vital Nasional dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang melarang untuk demonstrasi di kawasan industri. 

Penghidupan rakyat di kalangan semi proletariat dan borjuasi kecil juga terus merosot. Mereka hanya mendapatkan pendapatan dan upah yang kecil dan tidak tetap, tidak adanya kepastian kerja, penggusuran intensif, beban hidup semakin berat akibat tingginya harga kebutuhan pokok. Data resmi pemerintah RI melalui BPS mengakui adanya penurunan nilai riil upah atau pendapatan meski terjadi kenaikan nominal upah. Contoh, rata-rata upah buruh bangunan mendapatkan kenaikan upah harian bulan September 2016 sebesar 0,16 persen dari Rp 82.348 menjadi Rp 82.480 tetapi upah riilnya turun sebesar 0,16 persen. Demikian juga pada pekerja rumah tangga yang mengalami rata-rata kenaikan upah 0,14 persen tetapi upah riilnya juga turun sebesar 0,08 persen pada September. Penurunan nilai riil upah terus terjadi setiap bulan.

Di perkotaan, rakyat miskin (mayoritas adalah semi proletariat, proletariat, dan borjuasi kecil) seperti di Bekasi, Tangerang, dan Jakarta sering menghadapi penggusuran bagi proyek infrastruktur, penertiban, dan tata ruang oleh pemerintah daerah. Penggusuran yang massif adalah bagian implementasi Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi untuk memudahkan pengembangan kawasan industri, infrastruktur pendukung bagi kawasan industri, dan proyek-proyek yang mengatasnamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat, diataranya penyediaan air bersih. Konsep smart city di balik penertiban tempat tinggal bertujuan mempermudah koneksitas kawasan industri dengan pelabuhan dan kota dengan cara menggusur tempat tinggal milik rakyat untuk pembangunan infrastruktur.

Tingkat krisis kronis yang makin memburuk telah menjadikan tindasan politik dan represifitas semakin meningkat. Mobilisasi penggunanan tenaga militer sering dipakai dalam menghadapi kenaikan gerakan massa di kota, seperti di kawasan industri dan dalam proses penggusuran. 

Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, selama tahun 2016, terdapat 193 penggusuran yang mengorbankan 25.533 jiwa dan menggusur 5.379 unit usaha. Pemerintah provinsi berencana akan menggusur di 325 titik untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pada tahun 2015, Pemprov telah menggusur di 113 titik dan mengorbankan 8.145 KK dan 6.283 unit usaha.

Apa dampaknya? Biaya hidup bertambah lebih dari Rp 300 ribu per bulan untuk transportasi, air, dan listrik bagi yang tinggal di rusun. 

Demi keuntungan pemilik modal besar, pemerintah melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap warga yang digusur. Selama tahun 2016, perbandingan warga dengan aparat adalah 1:2,5 atau aparatnnya dua kali lipat lebih banyak. Total jumlah aparat (TNI, Polisi, dan satpol PP) yang digunakan untuk mengusir warga sebanyak 27.032 orang.

Tujuan penggusuran adalah membuat Jakarta sebagai pusat bisnis dan keuangan serta perumahan mewah bagi keuntungan pemilik modal besar (asing dan dalam negeri). Begitupun reklamasi di Teluk Jakarta. Tanggul Raksasa (Giant Sea Wall) yang dibangun dengan pulau-pulau buatan hasil reklamasi untuk membangun apartemen mewah, hotel dan restoran, tempat hiburan mewah, dan pusat perbelanjaan mahal (mall-mall). Sebanyak 17 ribu nelayan akan tergusur di Teluk Jakarta karena reklamasi. Apakah rakyat miskin dapat menikmatinya? Tentu tidak!

Bagaimana dengan keadaan kaum tani?

Salah satu implementasi Paket Ekonomi Jokowi dalam agraria adalah Reforma Agraria a la Jokowi yang hakekatnya tidak menjawab masalah dasar tani dan buruh tani yang tidak memiliki tanah. Jokowi sesungguhnya mempermainkan penderitaan dan harapan rakyat yang menginginkan landreform sejati. 

Pokok reforma agraria Jokowi adalah Pembagian dan sertifikasi aset pada kaum tani untuk agunan kapital dari perbankan. Ia telah menyesatkan dan menyalahgunakan program landreform demi kepentingan dana pembangunan infrastruktur, upaya meredam masalah, demi kepentingan pemilihan umum, terutama mengabdi pada kepentingan kapitalis finans monopoli internasional. Target 2 hingga 5 juta sertifikat oleh pemerintahan Jokowi adalah implementasi dari Land Administration Project (LAP) Bank Dunia untuk kepentingan investasi dan hutang.

Suku bangsa minoritas semakin tersingkir oleh obyek proyek investasi hijau imperialis, seperti bisnis karbon berkedok pengurangan emisi karbon. Suku bangsa minoritas membutuhkan TANAH ULAYAT dan bukan HUTAN ADAT yang merampas hak SBM dalam mengolah hutan untuk dijadikan ladang, kebun, sawah, dan hutan.

Dalam soal penghidupan, reforma agraria palsu Jokowi tidak mengubah keadaan. Kenaikan nominal buruh tani tidak disertai adanya perbaikan upah bahkan nilai riil upah terus merosot tiap bulan. Menurut BPS, upah riil buruh tani harian secara nasional pada September 2016 juga mengalami penurunan sebesar 0,38 persen dari Rp 37.290 pada Agustus menjadi Rp 37.259. 

Apa hubungannya dengan semankin intensifnya migrasi dari desa?

Perampasan tanah di desa dan terdesaknya rakyat di kota telah mendorong migrasi paksa semakin tinggi. Rejim Jokowi justru membuat kebijakan dan rencana ekspor manusia sebagai cara potong kompas menyelesaikan krisis a la Jokowi melalui Roadmap 2017. Setelah ia tutup mata dengan penderitaan Buruh Migran Indonesia (BMI) yang makin berat tetapi aktif memanfaatkan remitansi keuangan (transfer uang). Ia berlagak manusiawi dengan kebijakan penghentian pengiriman BMI atas nama perlindungan dan pencegahan perdagangan manusia. Melalui Roadmap 2017 ia berkedok mengirimkan tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus, dengan persyaratan jenjang pendidikan, justru tetap menjadikan BMI bekerja sebagai cleaning service, baby sister, koki, supir, kerja dengan sistim magang di Jepang, dll dengan syarat sertifikasi. 

Dimana sertifikasi ini justru melanggengkan overcharging (biaya penempatan berlebih) dan menjerat calon buruh migran dengan perbudakan hutang melalui skema KUR (Kredit Usaha Rakyat) dimana lima bank sudah ditunjuk untuk menjadi pemberi hutang. Hal ini diatur dalam paket kebijakan jilid 3 dan 4. Skema ini merupakan upaya monopoli dari rezim terhadap remitansi buruh migran Indonesia sesuai dengan perintah tuannya.

Kebijakan roadmap yang memprioritaskan buruh migran berpendidikan, mengakibatkan buruh migran yang tidak berpendidikan menjadi korban perdagangan manusia. Dalam tahun 2015 sebanyak 54 jenazah korban dipulangkan dari Malaysia, sebanyak 170 meninggal dalam tragedi kapal tenggelam. Dimana korban tersebut semua merupakan korban perdagangan manusia.

Meningkatnya Militerisme dan Represi Negara

Dalam memastikan Rencana Strategis Nasional (Paket Kebijakan Ekonomi) pemerintah terus meningkatkan represi, intimidasi, kriminalisasi yang hakekatnya adalah cara teror negara. Ini adalah bentuk dari tindasan fasis. Di desa dan juga kota pemerintah gencar menggunakan kekuatan TNI dalam menindas rakyat yang menolak perampasan tanahnya bagi Proyek Strategis Nasional yakni pembangunan infrastruktur. Pemerintahan Jokowi ingin memastikan dana bagi kebutuhan proyek strategis pembangunan infrastruktur yang bernilai Rp 4.800 triliun sampai tahun 2019 tidak terganggu oleh perlawanan rakyat.

TNI dapat legitimasi dalam penegakan keamanan pada masyarakat sipil berasal dari adanya UU No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Peraturan Menteri Pertahanan No.35 tahun 2011 tentang Tugas Bantuan TNI kepada pemerintah di daerah. Selanuutnya, regulasi ini diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 tahun 2013 tentang Penanganan Ganguan Kemanan Dalam Negeri. Dalam aturan yang ada, TNI memiliki tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dengan skema tersebut, TNI ikut serta dalam proyek pengamanan dalam investasi. Bahkan, ditemukan beberapa MOU TNI secara langsung yang dilakukan dengan institusi lainnya. Contoh: MoU dengan PERTAMINA tahun 2015 tentang Penjagaan OVNI, MoU TNI dengan PT. Kawasan Berikat Nusantara (BKN) tahun 2014 tentang pemanfaatan asset PT. BKN. Isinya mencakup pelatihan SDM (bela negara) dan bantuan personel, perlengkapan, dan penegakan hukum terhadap oknum TNI yang melakukan pelanggaran, dan MoU dengan PT JIEP (Jakarta Industrial Estate Pulogadung) tahun 2015. Isinya adalah bantuan personel pengamanan dan pelatihan SDM. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika militer semakin mudah digerakkan pada zaman Jokowi.

Dalam soal keamanan bagi proyek strategis maka pemerintah mengeluarkan Perpres No 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional yang terbit 3 Januari 2016. Inpres No. 1 2016 yang mengatur tentang tugas kementerian dan lembaga uuntuk mendukung pelaksanaan percepatan rencana strategis nasional. 

Keterlibatan TNI dalam pelaksanan percepatan proyek strategis nasional, khususnya pembangunan infrastruktur dapat dilihat contohnya:

- Pembangunan Waduk Jatigede, Jawa Barat. Keterlibatan KODAM III Siliwiangi terlibat langsung dalam proses ganti rugi yang tidak adil, pembongkaran dan relokasi korban waduk Jatigede. 

- Pembangunan BI Kertajati Sukamulya, Kab. Majalengka, Jawa barat. Pengukuran paksa di 740 Ha tanah rakyat di desa Sukamulya dengan membawa sekitar 2000 aparat gabungan yang terdiri dari Polisi, TNI, dan Satpol PP. Selain terlibat pengukuran paksa, aparat terlibat dalam patroli di desa Sukamulya bersama aparat kepolisian.

- Pembangunan pabrik dan tambang semen PT. Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah. Aparat TNI diketahui terlibat di lokasi pembangunan untuk pengamanan dan penjagaan operasi alat-alat berat milik PT. SI.

- Penggusuran di Kampung Pulo Jatinegara melibatkan 1300 personil Satpol, 3000 Polda, 250 TNI. Secara khsus di DKI Jakarta, Pemprov telah mengalokasikan anggaran APBD DKI tahun 2015 yang diperuntukkan bagi Mabes TNI Rp 15,2 milyar, Mabes TNI AD Rp 3,2 milyar, Kodam Jaya Rp 38,6 milyar, Kopasur Rp 750 juta, Koarmabar TNI AL Rp 5,9 M, KAOOPS TNI AU Rp 4,8 milyar, Kostrad Rp 30 milyar, Brimob Polda Jaya Rp 3,1 milyar. Penggunaan anggaran ini diduga kuat sebagai bentuk dukungan finansial atas keterlibatan aparat keamanan dalam sejumlah proyek pembangunan di DKI Jakarta.

- Pembangunan PLTA di Kecamatan Seko, Kab. Luwu Utara, dimana Aparat Kepolisian telah mengkrminalisasi warga dan terus mengintimidasi warga sehingga harus mengungsi di hutan.

- Pengamanan proyek infrastruktur di Papua dengan penjagaan militer langsung. 

- Penggusuran di kampung Bara-Barayya kota Makasar yang letaknya di tengah kota. Yang menyebabkan konflik antara warga dengan TNI secara langsung.

Di Papua, Joko Widodo (Jokowi) ia berusaha menarik simpati rakyat Papua dengan menjadikan Papua sebagai sasaran utama Proyek Strategis Nasional. Ia menjanjikan pembangunan infrastruktur sebagai cara mengatasi kesenjangan (gap) melalui proyek pembangunan jalan trans Papua, jalan lintas perbatasan, pembangunan Pos Lintas Batas Negara, dan sarana penunjang di Skouw Jayapura. Untuk itu, Jokowi memberikan alokasi sebesar Rp 7,6 triliun untuk pembangunan di dua propinsi yakni Papua dan Papua Barat.

Program ini tidak akan menyelesaikan problem utama yang dihadapi rakyat Papua dan pasti menjadikan problem militerisme semakin meningkat. Secara politik, tindasan fasis (pembunuhan, kriminalisasi, pemenjaraan, penyiksaan) di Papua selalu ditutupi-tutupi dan kebebasan pers ditindas. Penindasan terhadap rakyat Papua selama 53 tahun telah menjadikan ratusan ribu orang telah dibunuh, belum lagi yang ditangkap dan dan dipenjarakan. Pada tahun 2016 saja sudah 4.000 orang ditangkap dengan tuduhan melakukan makar. 

Aparat negara selalu mencurigai wartawan asing yang masuk ke tanah Papua Barat dan menuduh mereka melakukan kegiatan intelijen. Tidak hanya itu, dukungan rakyat Indonesia terhadap perjuangan Papua juga selalu dicurigai dan ditindas. Militer akan mencap rakyat Indonesia yang mendukung perjuangan dengan stigma pro-separatis, anti NKRI, tidak setia, dan banyak lagi.

Perampokan kekayaan alam oleh PT Freeport Indonesia yang telah meraih keuntungan triliunan dollar AS selama ada di Indonesia, ekploitasi kayu secara besar-besaran oleh militer dan perusahaan hanya meninggalkan kesengsaraan dan tergusurnya tanah adat masyarakat di daerah tersebut. Kunjungan Wakil Presiden AS, Mike Pence, semakin menguatkan kontrol AS untuk mempermudah perampokan emas dan tembaga yang semakin besar oleh PT Freeport Indonesia. Oleh karena itu, sikap “tegas dan nasionalis” Presiden Jokowi terhadap PT Freeport sesungguhnya palsu, terkait dalam soal pelaksanaan PP Nomor 1 Tahun 2017. 

Rejim Jokowi semakin menunjukkan wajah fasisnya kepada rakyat yang dianggap bertentangan dengan pemerintah. Dalam tahun 2016 saja ia mudah menangkap dan menuduh atas nama pemufakatan jahat dan makar. Jokowi telah melakukan dua kali penangkapan (seperti penahanan yang panjang terhadap Sri Bintang Pamungkas dan beberapa orang lainnya) yakni pada Desember 2016 dan 30 Maret 2017 di saat beberapa tokoh melakukan mobilisasi untuk menuntut Basuki Tjahya Purnama (Ahok) turun dari kekuasaanya dan harus diadili dengan fair. 

Begitu pun dengan kriminalisasi terhadap perjuangan rakyat dalam menentang pembangunan infrastruktur, menentang perampasan tanah bagi perkebunan besar dan pertambangan, dan seluruh proyek yang dijadikan Proyek Strategis Nasional. Dengan demikian, krisis kronis yang makin memburuk ini telah menjadikan tindasan fasis semakin meningkat dari waktu ke waktu, terutama sejak Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi dikeluarkan.

Dari keadaan ini jelas, rakyat semakin menderita oleh implementasi skema neo-liberalisme melalui Paket Kebijakan Ekonomi yang berdampak secara ekonomi, politik, dan kebudayaan. Paket ini telah menjadikan kemerosotan penghidupan yang semakin tajam dan penindasan yang semakin meningkat.

Oleh karena itu, kita rakyat Indonesia menyatakan sikap: 
Cabut dan hentikan Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi yang hakekatnya adalah pelaksanaan neo-liberalisme imperialis Amerika Serikat! Hentikan seluruh pelaksanaan rencana strategis nasional yang telah semakin memerosotkan penghidupan rakyat dan meningkatkan penindasan! 
Cabut PP No. 78 tahun 2015 sebagai politik mempertahankan upah murah! dan cabut seluruh aturan yang memudahkan fleksibilitas tenaga kerja semakin berkembang sebagai implementasi neo-liberalisme (seperti Peraturan Menteri No. 36 tahun 2016 tentang Pemagangan) 
Hentikan reforma agraria palsu Jokowi dan jalan reforma agraria sejati! Turunkan biaya produksi pertanian (pupuk, obat, bibit) dan naikkan harga produksi, serta naikkan upah buruh tani! 
Turunkan Harga dan berikan subsidi yang lebih besar kepada rakyat untuk pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok rakyat! 
Cabut UUPPTKILN No 39 Tahun 2014! Berikan perlindungan sejati terhadap buruh migran Indonesia dan menolak seluruh aturan dan undang-undang yang mengeksplotasi BMI 
Hentikan kekerasan dan diskriminasi negara terhadap kaum perempuan Indonesia! 
Cabut UU Pendidikan Tinggi, hentikan liberalisasi, privatisasi, komersialisasi, dan segala bentuk pungutan liar di sektor pendidikan. 
Hentikan perampokan kekayaan alam di tanah Papua oleh imperialis dan negara! Hentikan kekerasan, kriminalisasi, dan penderitaan rakyat oleh meningkatnya militerisme di Papua! 
Mengutuk campur tangan, agresi dan provokasi perang oleh imperialis Amerika terhadap Suriah, Iran, dan Republik Demokrasi Rakyat Korea dan di negeri-negeri lan yang mempertahankan kedaulatan bangsanya. Pemerintah Indonesia harus menghentikan Kemitraan Strategis Indonesia dan Amerika Serikat yang hakekatnya adalah pengkhianatan terhadap kedaulatan bangsa. 

Baca Juga: 
Dalam hari Buruh Internasional 1 Mei 2017 Front Perjuangan Rakyat (FPR) mengangkat tema:

“Perkuat Persatuan Buruh dan Tani serta Seluruh Rakyat tertindas melawan Skema imperialisme Melalui Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi yang telah semakin memerosotkan penghidupan dan menindas rakyat!


Jayalah Perjuangan Rakyat !!


Bulukumba, 1 Mei 2017

Front Perjuangan Rakyat (FPR)




Rudi Tahas 
Koordinator

Komentar