Beban Krisis Menimpa Pemuda Mahasiswa; Semakin Sempitnya Akses Pendidikan dan Lapangan Pekerjaan di bawah Kebijakan Rezim Jokowi-JK

Agrabulukumba - Setiap tahunnya akses anak-anak dan pemuda mendapatkan akses pendidikan semakin sempit. Anak berusia 7-13 tahun (tingkatan SD) berjumlah 46 juta. Berusia SMP (14-16 tahun) sebanyak 25 juta. Sedangkan usia SMA (16-18 tahun) sebanyak 17 Juta. Namun Berdasarkan data UNICEF tahun 2015 sebanyak 7,3 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati usia sekolah dasar (SD) dan 3 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) sementara SMA 1 juta. Sementara akses perguruan tinggi juga sangat rendah diakses oleh pemuda di Indonesia. Tahun 2015, lulusan SMA/SMK/Sederajat berjumlah 2 juta. Akan tetapi yang melanjut ke perguruan tinggi hanya 500.000 mahasiswa baru (PTN 320.000 dan PTS sisanya). Artinya hanya sekitar 25% yang mampu melanjut ke perguruan tinggi dari total kelulusan SMA/SMK/Sederajat. Sementara saat ini jumlah mahasiswa di Indonesia (termasuk S2 dan S3) berjumlah 5,4 juta. Jika dibanding usia 18-25 tahun berjumlah 49 juta sebagai usia produktif kuliah (D-S1), maka hanya mencapai kira-kira 10% yang bisa berkuliah.

 Beban Krisis Menimpa Pemuda Mahasiswa 


Di tahun 2016 semua pendidikan tinggi negeri (PTN) mengalami kenaikkan biaya kuliah melalui skema Uang kuliah Tunggal (UKT). Kenaikkan biaya kuliah di hampir semua pendidikan Tinggi Negeri di sebabkan oleh kebijakkan penggetatan anggaran oleh pemerintah Jokowi-JK. Kebijakan penggetatan anggaran berimbas pada pemangkasan Subsidi public tidak terkecuali subsidi untuk pendidikan. 

Pemerintah Jokowi-JK mengalokasi anggaran untuk sektor Pendidikan Tinggi Negeri (PTN) dalam bentuk Bantuan Oprasional Pendidikan Tingging (BOPTN). Dalam perjalannya BOPTN setiap tahun BOPTN mengalami penurunan. Tahun 2016 anggaran BOPTN sebanyak Rp3,763 triliun, mengalami penurunan sebanyak 800 miliar dari anggaran di tahun 2017 sebanyak 4,5 triliun. penurunan alokasi BOPTN pada tahun 2016 mengakibatkan seluruh kampus mengalami kenaikkan UKT dengan skema peningkatan nominal setiap kategori dan peningkat kategori menjadi 8 kategori. Hal serupa juga terjadi Univesitas Indonesia dengan di keluarnya 2 (dua) system pembiayaan perkuliah yaitu Biaya Oprasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB) dan Biaya Oprasional Pendidikan Pilihan (BOPP) pada 2016. Tidak berhenti disitu, pengurangan Anggaran pendidikan dari Alokasi APBN juga terjadi pada tahun 2017, alokasi anggaran pendidikan tahun ini hanya Rp. 39 triliun sementara tahun 2016 sebanyak Rp. 42 Triliun

Sementara itu, di beberapa Universitas seperti di Universitan Islam Negeri Makassar (UIN-Makassar) mengalami kenaikan biaya UKT sebesar 300%. Di UNS-Solo, kenaikan biaya pendidikan sama sekali tidak ada pemberitahuan dan mempertimbangkan keterlibatan mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa, namun kebijakan pengetatan anggaran dari rezim Jokowi-JK berdampak langsung pada karyawan kampus. Di Unsoed, terjadi perubahan kebijakan tunjangan bagi karyawan, yang tadinya berupa Tunjangan Kinerja (Tunkin) menjadi remunerasi. Hal ini berdampak pada pengurangan tunjangan secara signifikan hingga lebih dari Rp 500.000. sementara itu, berbagai pungutan lainnya terus terjadi.

Kondisi pendidikan di bawah rezim Jokowi juga semakin menunjukan watak dan ciri asli dari rezim boneka yaitu, fasis dengan berbagai tindakan anti demokrasinya. Berbagai kegiatan yang diinisiasi oleh mahasiswa kerap dihadapkan dengan tindak kekerasan, intimidasi berupa pelarangan, pembubaran, hingga sanksi Drop Out. 

Lebih lanjut lagi, berbagai upaya perjuangan mahasiswa di dalam kampus juga semakin dikebiri dengan berbagai tindakan anti demokrasi baik oleh pihak kampus maupun aparat negara. Di dalam kampus mahasiswa juga terus dikebiri dan dirampas hak politiknya. Melalui Surat Edaran Dikti tentang pelarangan organisasi dan SK Rektor pendukungnya, kampus selalu melakukan pemberangusan terhadap gerakan mahasiswa. Tindakan tersebut meliputi pelarangan berorganisasi, pembubaran kegiatan dan aktifitas di dalam kampus, hingga pemecatan (DO) kepada mahasiwa yang mekaukan demonstrasi. Sejak Juli 2016, rezim Jokowi-JK melalui kampus maupun aparat negara telah melakukan 4 kali pembubaran kegiatan mahasiswa di Univ Telkom Bandung, Taman Cikapayang Bandung, Sleman DIY, dan Univ Muhammadiyah Mataram. Sementara itu, terjadi pula perusakan failitas diskusi yang dilakukan oleh pihak kampus di Univ Muhammadiyah Sumatera Utara. Tindak skorsing juga terjadi di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan total korban skorsing sebanyak 115 mahasiswa. sementara di kota Mataram 1 orang mahasiswa dikriminalisasi. Dan sebanyak 3 mahasiswa UIM Makassar mendapatkan sanksi DO karena mempertanyakan masa jabatan Rektor mereka yang sudah 3 periode menjabat, serta sebanyak 24 mahasiswa UMSU mendapat sanksi DO karena melakukan aksi demonstrasi di kampusnya.

Terdapat pula kasus pemecatan terhadap seorang guru bernama Andika (Pak Dika) yang dilakukan oleh Kepala SMA Negeri 13 Depok. Kasus tersebut terjadi karena Pak Dika kerap melakukan kritik dan memberikan berbagai masukan kepada pihak pimpinan sekolah terkait berbagai fenomena dan masalah di sekolah. Pak Dika kerap melakukan protes terhadap berbagai pungutan liar yang dilakukan oleh para guru, pembangunan fasilitas sekolah yang tidak kunjung selesai dan masalah lainnya. Pemecatan terhadap Pak Dika justru direspon dukungan dari para siswa SMA N 13 Depok. Para siswa melakukan demonstrasi di dalam sekolah dengan membawa tuntutan “Save Pak Dika”. Namun inisiatif dan kemajuan kebudayaan dari siswa tersebut justru direspon represif oleh pihak Sekolah. Pimpinan sekolah bekerjasama dengan TNI dan Polri untuk membubarkan dan melarang aktifitas demonstrasi para siswa tersebut. Aksi mereka di dalam sekolah dibubarkan paksa oleh pihak TNI dan Polri. Tindakan ini merupakan bentuk nyata bahwa insttitusi pendidikan sekalipun merupakan alat dari negara dan tetap menjalankan tindakan anti demokrasi. Situasi yang semakin kronis tersebut, harus menjadi dorongan bagi kita semua untuk terus memperbesar perjuangan kita. 

Membangun organisasi mahasiswa menjadi salah satu syarat akan besarnya perjuangan mahasiswa dan rakyat di seluruh pelosok negeri. Pimpinan dan anggota harus semakin intensif dalam bekerja massa untuk terus melakukan perlawanan yang hebat bagi rezim yang menindas rakyat. 

Tuntutan :

1. Cabut UU Pendidikan Tinggi dan Hapus UKT
2. Hentikan Tindakan Fasis di Kampus
3. Berikan Fasilitas Pendidikan Yang layak
4. Hentikan Liberalisasi, Privatisasi dan Komersialisasi Pendidikan
5. Wujudkan Pendidikan Yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat

Komentar