Petani Jawa Barat Gruduk Kantor Menteri Pertanian

PETANI JAWA BARAT AKAN GRUDUK KANTOR MENTERI PERTANIAN UNTUK TUNTUT SUBSIDI DAN PERLINDUNGAN
PERINGATAN HARI PANGAN SEDUNIA 2013

PETANI JAWA BARAT AKAN GRUDUK KANTOR MENTERI PERTANIAN UNTUK TUNTUT SUBSIDI DAN PERLINDUNGAN

Besok, kamis (24/10), petani di Jawa Barat akan menggelar aksi massa didepan Kantor Kementerian Pertanian untuk menuntut subsidi pertanian dan
perlindungan hak petani. Massa aksi terdiri dari petani Kabupaten Bogor, Bandung, Sumedang, Cirebon, Banten yang tergabung dalam Alliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA).

Tema peringatan hari pangan sedunia yang diselenggarakan oleh kementerian pertanian “Optimalisasi Sumber Daya
Lokal Menuju Kemandirian Pangan”, adalah ilusi pemerintah atas jawaban persoalan pangan. Krisis pangan yang saat ini menjadi teror rakyat diseluruh
dunia adalah mitos tentang tidak
tersedianya pangan. Jawaban pemerintah ini berbanding terbalik dengan kenyataan di Indonesia, bahwa panen padi pada 2013 mengalami peningkatan 3 %, dari tahun sebelumnya. Selain itu, hasil release organisasi pangan dunia Food and Agriculture Organization (FAO), dinyatakan dalam dukumen ‘Crop Prospects and Food Situation” produsen pangan dunia mengalami peningkatan 3,3%.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Rahmat Ajiguna mengatakan, akar masalah krisis pangan bukanlah
disebabkan oleh stock pangan dunia tidak mencukupi. Namun akar persoalan pangan karena adanya monopoli sektor pertanian dan pangan oleh korporasi besar dunia. Mereka mengontrol produksi dan distribusi pangan untuk kepentingan dan meraup keuntungan. Masalah pangan di Indonesia, tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan seminar, promosi makanan dan gelar teknologi, seperti kegiatan peringatan hari pangan sedunia yang dilaksanakan oleh kementrian pertanian pada 24-27
Oktober 2013 di Minangkabau.
Rahmat menjelaskan, masalah pangan di Indonesia hanya bisa dijawab dengan mewujudkan kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan hanya akan mampu
di jalankan ketika pemerintah memiliki kemauan dan keberanian untuk tidak diintervensi oleh asing, dengan
menjalankan reforma agraria sejati.
Sebab sumber kekayaan dan sektor pertanian telah dimonopoli oleh para investor asing. Dampaknya petani harus tersingkir dari alat produksinya, akibat perampasan tanah. Petani juga harus bertani dalam sistem pertanian yang terbelakang, tanpa investasi, bahkan tanpa peningkatan ketrampilan. Mereka
harus hidup dengan secuil tanah tanpa bantuan berarti oleh pemerintah.
Tarman (52) salah satu petani sayuran Desa Pangalangan Kabupaten Bandung, mengaku saat ini terdapat 900 Kepala
Keluarga (KK) di desanya, harus bertani dalam kondisi yang tidak tenang, karena ancaman perampasan tanah dan tanpa
bantuan apapun dari pemerintah.
Mereka tidak pernah dikunjungi oleh pejabat dari dinas pertanian apalagi dapat bantuan.
Pengakuan senada disampaikan jumali (37) salah satu petani padi Kabupaten Cirebon harus berebut air dan membayar mahal untuk mengairi sawahnya. Karena tidak adanya irigasi yang memadahi, mereka harus membangun sumur bor dan membeli mesin pompa. “jika saya dan mayoritas petani desa ini membangun sumur bor
dan mesin pompa, akan membutuhkan biaya yang sangat mahal dan tidak mampu membelinya”, pungkasnya.
Kondisi yang sama juga dialami petani A Sule (39) dari Desa Tajur Halang, Kabupaten Bogor, selain tanah pertaniannya terancan dirampas oleh PT. Buana Estate , mereka harus menangung resio gagal panen karena serangan hama. “Sejauh ini tidak ada
bantuan pemerintah untuk
mengatasinya, bahkan subsidi
takpernah kami nikmati. ” tutur Sule juga Ketua Serikat Petani Setempat.

Salah satu petani dari Tajur Halang
lainya Fahru (37) mengungkapkan,
ratusan keluarga bergantung hidup di kaki gunung salak semakin kesulitan modal untuk menggarap lahan. Secara
swadaya petani desa ini membangun irigasi sederhana dengan paralon agar bisa di alirkan air dari puncak gunung
ke ladang-ladang kami.
Bu Neneng (40) petani Rumpin,
Kabupaten Bogor, mengaku memiliki masalah yang tidak jauh beda. “ Kami hanya memiliki sawah yang sangat sempit, jika panen kami tidak pernah menjual hasil panen, karena hanya bisa
mencukupi kebutuhan keluarga. Beban ini bertambah berat dan tidak bisa hidup tenang. Karena sawah pertanian dan lahan rumah penduduk desa diklaim oleh TNI AU dengan dalih tanah ini milik mereka dan sampai saat ini belum ada penyelesaian,” uangkap
neneng.
Masalah semacan ini tidak hanya terjadidi Jawa Barat, tetapi menjadi masalah umum petani di Indonesia. meraka terancam dengan perampasan tanah,
mereka terjerat praktek peribaan dan tengkulakisme, mereka bertani dengan keterampilan yang rendah dan tanpa perhatian serius dari pemerintah, seharusnya pemerintah memberikan
perlindungan kepada petani, selain
menjamin atas tanah bagi para petani, pemerintah juga harus memberikan sudsidi, dan melindungi harga, tetapi
kenyataan sebaliknya justeru pemerintah mengundang investasi dan membuka kran impor, tentu ini akan mematikan
petani dan mengubur kedaulatan
pangan di Indonesia. Atas kebijakan ini para petani akan melakukan aksi dan menuntut kepeda menteri pertanian
pada tanggal 24 Oktober agar
memberikan subsidi dan perlindungan bagi petani.

Komentar