Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.19 Desember 2012.


Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Selasa, 11 Desember 2012, bertempat di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, diselenggarakan Konferensi Internasional Reformasi Peraturan Pertanahan Bagi Kesejahteraan Rakyat yang dihadiri oleh Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II di lingkungan BPN RI dan di tingkat provinsi. Selain itu turut mengundang perwakilan dari Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia, Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Swasta se-Jabodetabek, PPAT, Perwakilan dari Kementerian terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta perwakilan dari lembaga-lembaga internasional. Konferensi dibuka oleh Sekretaris Utama, Bapak Managam Manurung.

Para narasumber selaku pembicara dari Konferensi ini terdiri dari para akademisi hukum dalam negeri maupun luar negeri. Pembicara dari luar negeri berasal dari Negara Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Serta dari Komisi II DPR RI.

Dalam sambutannya, Kepala BPN RI, yang dibacakan oleh Sekretaris Utama, Bapak Managam Manurung, Konferensi Internasional dibidang pertanahan ini merupakan sarana untuk bertukar pikiran dan akan menjadi masukan bagi perkembangan hukum agraria nasional. Harapannya hasil dari konferensi ini dapat membantu dalam menyusun peraturan perundang-undangan bidang pertanahan di Indonesia, yang sampai saat ini masih banyak yang belum ada peraturannya, tumpang tindih, ataupun sudah diatur namun perlu perbaikan-perbaikan untuk dapat mengikuti kebutuhan perkembangan pembangunan di negara kita.

Sejalan dengan gerakan reformasi pada akhir tahun 1990an, terdapat tuntutan yang kuat dari para penggerak agraria agar segera dilakukan reforma agraria. Kehendak tersebut, disikapi Majelis Permusyawaratan Rakyat RI dengan ditetapkannya TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 yang menyatakan bahwa pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain amanat dari Tap MPR No. IX/MPR/2001 tersebut, kebutuhan akan penyempurnaan UUPA ini antara lain juga disebabkan peraturan turunan UUPA banyak yang tumpang tindih, adanya ketimpangan penguasaan di bidang agraria, belum adanya penyelesaian sengketa yang efektif, dan perlunya penyempurnaan terhadap berbagai peraturan pelaksanaan yang telah ada.

Perlunya penyempurnaan UUPA juga didasari dengan belum diaturnya beberapa ketentuan pelaksana sebagaimana yang diamanatkan dalam UUPA, diantaranya ketentuan mengenai:

1. Pencegahan praktik monopoli dalam lapangan agraria;

2. Hak-hak atas tanah yang belum diatur dalam UUPA, seperti Hak Guna Ruang Atas Tanah dan Bawah Tanah;

3. Tata cara dan syarat-syarat terjadinya hak milik;

4. Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya;

5. Masyarakat Hukum Adat dan hak ulayat.

Banyaknya sengketa/konflik pertanahan sulit untuk diselesaikan karena tidak adanya penyelesaian sengketa yang efektif. Penyelesaian melalui pengadilan yang ada, bagi rakyat dirasakan berbelit-belit, biaya tinggi, dan tidak adil. Badan Pertanahan Nasional RI saat ini mengupayakan bentuk penyelesaian win-win solution dalam penyelesaian sengketa pertanahan.

Pada sisi lain beberapa hal seperti hak masyarakat adat atas tanah, hak atas ruang di atas dan ruang di bawah tanah, hak sewa, dan lain-lain, walaupun telah disinggung dalam UUPA, namun masih membutuhkan pengaturan yang lebih rinci, sehingga jelas dan memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi masyarakat.

Selain dari pada itu, Badan Pertanahan Nasional RI juga sedang melakukan kajian dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan bidang pertanahan yang lebih kurang berjumlah 632 peraturan. Melalui kajian ini diharapkan akan dapat diketahui mana peraturan yang masih diperlukan, yang perlu dicabut, perlu diatur lebih lanjut atau perlu diatur dengan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga, pada akhirnya dapat mempunyai peraturan bidang bertanahan yang komprehensif namun sederhana.

Komentar